Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 04 Desember 2011

Membangun Mimpi diatas Air Laut

Sungsang adalah ibukota kecamatan Banyuasin II. Letaknya pas di muara pertemuan antara sungai Musi dan Selat Bangka. Perbedaan warna air laut dan sungai tampak jelas terlihat di pelupuk mata. Sungsang merupakan sebuah perkampungan nelayanan. Kehidupan ekonomi di daerah ini belum tergolong maju  Sungsang yang berpenduduk 44.515 jiwa ini, merupakan daerah pesisir yang kaya dengan potensi perikanan laut. Sehari-hari warga Sungsang lebih senang melaut, ketimbang bersekolah. 

Nelayan Sungsang pernah mengecap manisnya tangkapan ikan dan udang. Gelang emas dan kalung berangkai-rangkai menghias ibu-ibu pergi ke pesta. Namun, masa jaya itu tinggal cerita. Kehidupan mereka kini tidak lebih baik dari penduduk miskin Kota Palembang di pinggiran Sungai Musi. Selain karena tingginya beban hidup sementara hasil melaut cenderung turun, tingkat pendidikan yang rendah membuat warga tak mampu memperbaiki kualitas hidup.

Rumah panggung berhimpitan. Jarang terlihat rumah terbuat dari batu, rata-rata rumah bangunan kayu yang sudah menghitam dimakan usia. Pakaian yang dikenakan warga terlihat lusuh. Anak-anak seusia sekolah mandi telanjang sambil terjun ke air yang sudah bercampur dengan air laut. Banyak juga yang duduk di tepi jalan beton selebar lima meter. Badan jalan yang terbuat dari cor beton menggantikan jembatan kayu yang dulunya membentang dari ujung timur hingga ke barat Desa Sungsang.

Perahu yang dulunya menjadi alat transportasi dan sekaligus digunakan bermain di sungai kini sudah berubah. Dayung dan perahu itu, hampir tak terlihat lagi. Gantinya sepeda motor. Kendaraan bermesin beroda dua yang memerlukan bahan bakar minyak untuk menggerakkannya itu menjadi “mainan baru”. Bisa dibayangkan, apa yang terjadi dengan jalan desa yang panjangnya tidak sampai tiga kilometer menjadi begitu sesak dengan kawasan yang dihuni kurang dari 100 jiwa itu. Sepeda motor seperti berlomba dengan becak yang dilengkapi dengan alat pengeras suara dengan segala macam jenis musik yang diputar keras-keras.

Nelayan tradisional berjuang keras melawan terpaan gelombang laut yang dahsyat pada saat pasang naik untuk mendapatkan ikan, namun mereka terus berhadapan dan digeluti oleh kemiskinan. Menjelang usia remaja anak-anak nelayan akan mengikuti ayahnya melaut sehingga mereka meninggalkan bangku sekolah. Oleh karena itu bagi anak-anak nelayan yang sudah menginjak usia remaja diharapkan telah selesai menempuh pendidikan dasar. Melalui pengalaman belajar anak nelayan yang diperoleh dari pendidikan dasar tersebut, akan membantu orang tua untuk memahami teknologi maju dan menyadarkan orang tua perlunya pendidikan untuk meningkatkan harkat dan martabat kehidupan masyarakat nelayan.

Sejak dari dahulu sampai sekarang, pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan turun temurun dan umumnya tidak banyak mengalami perubahan yang berarti.  
pada usia meningkat remaja anak nelayan mulai diajak berlayar dan ikut melaut, sehingga mereka jarang yang sekolah. Kini harus dipahami bahwa kehidupan nelayan memerlukan perhatian yang multi dimensi. Tantangan yang terbesar adalah bagaimana membangun kehidupan nelayan menjadi meningkat kesejahterannya. Besar kemungkinannya hal ini dapat dicapai melalui pendidikan yang akan mengangkat harkat dan martabat kehidupan masyarakat nelayan maupun masyarakat lainnya yang terkait dengan sumber daya kelautan dan pesisir. 


Pemerintah dengan berbagai program, berusaha untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Salah satu dengan adanya sekolah gratis. Namun kenyataannya di Desa Sungsang masih banyak anak yang tidak di sekolahkan oleh orang tuanya. Pendidikan, sebagian besar orang tua yang rendah sehingga tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang pendidikan, budaya masyarakat yang konsumtif dan tidak menabung untuk masa depan, pendapat masyarakat yang menyatakan sekolah tidak menjadikan seseorang sukses, standar kesuksesan bukan pendidikan tetapi kekayaan. Masyarakat nelayan berkeinginan agar anaknya sekolah, walaupun dengan kondisi yang pas-pasan dan terkadang karena kebutuhan hidup akhirnya anak nelayan menjadi drop out, tidak sekolah lagi. Namun dalam keterbatasan itu, Fasilitas yang ada dimanfaatkan semaksimal mungkin walaupun tidak mencukupi, dan memunculkan dorongan untuk sekolah, sehingga keberadaan sekolah dirasakan berdampak pada meningkatnya kecerdasan anak-anak yang telah bersekolah. Sebuah harapan coba di bangun untuk kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak nelayan di Sungsang.

3 komentar:

Novitasari mengatakan...

assalamualaikum bu...
semangatt bu...
smogaa pendidikan di sungsang terus majuu,, makasih bu sdah memperhatikan dan membantu memajukan dunia pendidikan sungsang...

Me mengatakan...

Aamiin..

Dj alll mengatakan...

Nice...

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates