Selasa, 29 Mei 2012
TOTAL QUALITY MANAJEMEN/ MANAJEMEN MUTU TERPADU DAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Diposting oleh rika di 21.08
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada
dasarnya, pendidikan ditujukan untuk menyiapkan manusia menghadapi masa
depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun sebagai
makhluk sosial. Mutu pendidikan di Indonesia telah lama menjadi keprihatinan kita bersama, bahkan sebelum adanya
krisis ekonomi pada tahun 1997. Dengan adanya krisis ekonomi yang
berkepanjangan ini, masalah rendahnya mutu pendidikan menjadi lebih
memprihatinkan . Berbagai upaya penanggulangan telah dilaksanakan untuk
mencoba mengurangi akibat negatif krisis tersebut
seperti pemberian bantuan DBO kepada sekolah yang memerlukan dan
beasiswa kepada siswa yang kurang mampu. Namun,usaha ini belumlah cukup
karena belum menyentuh belum menyentuh bagian intinya – pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan. Selain
itu juga diperlukan pemberdayaan kemampuan para tenaga kependidikan dan
serta manajemen sekolah yang lebih bertumpu pada kebutuhan dan kondisi
sekolah, masyarakat dan lingkungan setempat, dan tak kalah pentingnya keikutsertaan masyarakat dalam pendidikan
Dewasa ini
perkembangan pemikiran manajemen sekolah mengarah pada sistem manajemen
yang disebut TQM (Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu.
Pada prinsipnya sistem manajemen ini adalah pengawasan menyeluruh dari
seluruh anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan sekolah.
Penerapan TQM berarti semua warga sekolah bertanggung jawab atas
kualitas pendidikan.
Sebelum
hal itu tercapai, maka semua pihak yang terlibat dalam proses akademis,
mulai dari komite sekolah, kepala sekolah, kepala tata usaha, guru,
siswa sampai dengan karyawan harus
benar – benar mengerti hakekat dan tujuan pendidikan ini. Dengan kata
lain, setiap individu yang terlibat harus memahami apa tujuan
penyelenggaraan pendidikan. Tanpa pemahaman yang menyeluruh dari
individu yang terlibat, tidak mungkin akan diterapkan TQM.
Penerapan
TQM berarti pula adanya kebebasan untuk berpendapat. Kebebasan
berpendapat akan menciptakan iklim yang dialogis antara siswa dengan
guru, antara siswa dengan kepala sekolah, antara guru dan kepala
sekolah, singkatnya adalah kebebasan berpendapat dan keterbukaan antara
seluruh warga sekolah. Pentransferan ilmu tidak lagi bersifat one way
communication, melainkan two way communication. Ini berkaitan dengan
budaya akademis. Selain kebebasan berpendapat juga harus ada kebebasan
informasi. Harus ada informasi yang jelas mengenai arah organisasi
sekolah, baik secara internal organisasi maupun secara nasional. Secara
internal, manajemen harus menyediakan informasi seluas- luasnya bagi
warga sekolah. Termasuk dalam hal arah organisasi adalah progran –
program, serta kondisi finansial.
Seiring
dengan era otonomi dengan asas desentralisasi, peningkatan kualitas
pendidikan menuntut partisipasi dan pemberdayaan seluruh komponen
pendidikan dan penerapan konsep pendidikan sebagai suatu sistem.
Pendekatan peningkatan mutu pendidikan yang sesuai dengan paradigma dan
gagasan tersebut diatas adalah konsep School Based Management atau
Manajemen Berbasis Sekolah. Untuk itulah makalah ini akan membahas
tentang Total Quality Management (TQM), School Based Management atau
Manajemen berbasis Sekolah (MBS) dan sekolah Efektif.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut;
1. Apa yang dimaksud dengan Total Quality Management atau Manajemen Mutu Terpadu?
2. Apasajakah Konsep Manajemen Mutu Terpadu ( MMT)dalam pendidikan?
3. Bagaimana Penerapan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu ( MMT) Dalam pendidikan?
4. Bagaimana konsep , perfektif dan aspek sekolah efektif?
5. Apakah konsep-konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)?
6. Apasajakah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan MBS?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian Total Quality Management atau Manajemen Mutu Terpadu (MMT)
2. Menjelaskan Konsep Manajemen Mutu Terpadu (MMT) dalam pendidikan
3. Menjelaskan Penerapan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu (MMT) dalam Pendidikan
4. Memahami konsep, perfektif dan aspek sekolah efektif
5. Menjelaskan konsep-konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)
6. Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan MBS
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Manajemen mutu terpadu atau dalam bahasa inggris disebut dengan Total Quality management (TQM) diartikan sebagai suatu pendekatan dalam menjalankan usaha
yang mencoba memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus
menerus atas produk jasa, manusia dan lingkungannya.
Menurut Salis (2011)
TQM adalah sebagai suatu filosofi dan suatu metodologi untuk membantu
mengelola perubahan, dan inti dari TQM adalah perubahan budaya dari
pelakunya. Lebih lanjut Slamet (1995) menegaskan bahwa TQM adalah suatu
prosedur dimana setiap orang berusaha keras secara terus menerus
memperbaiki jalan menuju sukses. TQM bukanlahseperangkat peraturan dan
ketentuan yang kaku, tetapi merupakan proses proses dan prosedur-prosedur untuk memperbaiki kinerja.TQM juga menselaraskan usaha-usaha orang banyak sedemikian rupa sehingga orang-orang tersebut menghadapi tugasnya dengan penuh semangat
dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena
TQM menselaraskan usaha-usaha orang banyak dan agar mereka bersemangat
dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaanpekerjaan, maka menuntut
adanya perubahan sifat hubungan antara yang mengelola (pimpinan) dan
yang melaksanakan pekerjaan (staf atau karyawan). Perintah dari atasan
diubah menjadi inisiatif dari bawah, dan tugas pimpinan bukanlah memberi
perintah tetapi mendorong dan memfasilitasi perbaikan mutu pekerjaan.
Dari beberapa pendapat di atas, yang di masksud dengan Total Quality Manajemen atau Manajemen mutu Terpadu adalah Suatu metodologi untuk membantu mengelola perubahan, dan prosedur-prosedur untuk memperbaiki kinerja orang banyak sehingga orang-orang tersebut menghadapi tugasnya dengan penuh semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan.
B. Konsep Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan
Salah satu bentuk manajemen yang berhasil dimanfaatkan dalam dunia industri dan bisa diadaptasi dalam dunia pendidikan adalah TQM (total quality management) pada sistem pendidikan yang sering disebut sebagai: Total Quality Management in Education (TQME).
Sebelumnya Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu tidak digunakan dalam bidang pendidikan, namun sekarang sekolah dalam bidang pendidikan tujuan akhirnya
adalah meningkatkan kualitas, daya saing bagi output (lulusan) dengan
indikator adanya kompetensi baik intelektual maupun skill serta
kompetensi sosial siswa/lulusan yang tinggi. Dalam mencapai hasil
tersebut, implementasi TQM di dalam organisasi pendidikan (sekolah)
perlu dilakukan dengan sebenarnya tidak dengan setengah hati. Dalam MMT
(Manajemen Mutu Terpadu) keberhasilan sekolah diukur dari tingkat
kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan
berhasil jika mampu memberikan pelayanan sama atau melebihi harapan
pelanggan. Dilihat jenis pelanggannya, menurut Nawawi (2005), maka sekolah dikatakan berhasil jika :
1) Siswa
puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang
diterima, puas dengan perlakuan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan
fasilitas yang disediakan sekolah. Pendek kata, siswa menikmati situasi
sekolah;
2) Orang
tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada
orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang
perkembangan siswa maupun program-program sekolah;
3) Pihak
pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas
karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan;
4) Guru
dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja,
hubungan antarguru/karyawan/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya.
Masih menurut Nawawi
(2005), bagi organisasi pendidikan, adaptasi manajemen mutu terpadu
dapat dikatakan sukses, jika menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut
:
1) Tingkat
konsistensi produk dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan peningkatan kualitas SDM terus meningkat;
2) Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan ketidakpuasan dan komplain masyarakat yang dilayani semakin berkurang;
3) Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat;
4) Inventarisasi aset organisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak berkurang/hilang tanpa diketahui sebab – sebabnya;
5) Kontrol
berlangsung efektif terutama dari atasan langsung melalui pengawasan
melekat, sehingga mampu menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan
dalam pemberian pelayanan umum dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat;
6) Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah;
7) Peningkatan
ketrampilan dan keahlian bekerja terus dilaksanakan sehingga metode
atau cara bekerja selalu mampu mengadaptasi perubahan dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai cara bekerja yang paling
efektif, efisien dan produktif, sehingga kualitas produk dan pelayanan
umum terus meningkat.
Dalam mengimplementasikan TQM di dalam
organisasi pendidikan (sekolah) seringkali mendapatkan kendala/masalah.
Permasalahan yang seringkali dihadapi di lapangan adalah Sikap mental
para pengelola pendidikan, tidak adanya tindak lanjut dari evaluasi
program, gaya kepemimpinan yang tidak mendukung, kurangnya rasa memiliki
para pelaksana pendidikan. Dan belum membudayanya prinsip melakukan
sesuatu secara benar dari awal. Kendala-kendala itu disebabkan oleh
adanya kepemimpinan yang tidak berjiwa entrepeneur dan tidak tangguh,
adanya sentralistrik manajemen pendidikan, dan rendahnya etos kerja para
pengelola, kurangnya melibatkan semua pihak untuk berpartisipasi.
Selain itu, kurangnya sosialisasi kepada warga sekolah terutama guru
yang belum tahu, kenal, dan memahami tentang TQM.
C. Penerapan Prinsip-Prinsip TQM/ MMT Dalam Pendidikan
Sebagai
contoh dari penerapan 14 prinsip-prinsip pencapaian mutu Edward Deming,
kita bisa mengaplikasikan pada perguruan tinggi. Uraian tentang
penerapan prinsip-prinsip tersebut di lembaga pendidikan/perguruan
tinggi (Slamet, 1999), dapat meliputi hal-hal berikut:
1. Untuk menjadi
perguruan tinggi (PT) yang bermutu perlu kesadaran, niat dan usaha yang
sungguh-sungguh dari segenap unsur di dalamnya. Pengakuan orang lain
(mahasiswa, sejawat dan masyarakat) bahwa PT kita adalah bermutu harus diraih;
2. PT yang bermutu adalah yang
secara keseluruhan memberikan kepuasan kepada masyarakat pelanggannya,
artinya harapan dan kebutuhan pelanggan terpenuhi dengan jasa yang
diberikan oleh PT tersebut. Kebutuhan pelanggan adalah berkembangnya
SDM yang bermutu dan tersedianya informasi, pengetahuan dan teknologi
yang bermanfaat, karya/produk PT tersebut. Bentuk kepuasan pelanggan
misalnya para lulusannya merasakan
manfaat pendidikannya dalam meniti karirnya di lapangan kerja. Selain
itu didalam PT tersebut terjadi proses belajar-mengajar yang teratur dan
lancar, dosen-dosennya produktif, berperan aktif dalam memajukan bangsa
dan negara, dan lulusannya berperestasi cemerlang di masyarakat;
3. Perhatian PT
selalu ditujukan pada kebutuhan dan harapan para pelanggan: mahasiswa,
masyarakat, industri, pemerintahan dan lainnya, sehingga mereka puas karenanya.;
4. Dalam PT yang bermutu tumbuh dan berkembang kerjasama
yang baik antar sesama unsur didalamnya untuk mencapai mutu yang
ditetapkan. Sebagai contoh kelompok pengajar bekerjasama menyusun startegi pembelajaran mahasiswa secara efektif dan efisien. Jika hanya satu atau dua saja dosen yang mengajar
secara baik tidaklah cukup, karena tidak akan menjamin terjadinya mutu
mahasiswa yang baik. Untuk itu, maka harus semua dosen menjadi pengajar
yang baik. Sebaliknya, jika dosennya menjadi pengajar yang baik, maka
mahasiswanya haruslah ingin belajar secara efektif. Proses belajar
mengajar tidak dapat dikatakan efektif dan efisien jika hanya sepihak,
dosennya saja atau mahasiswanya saja yang baik. Interaksi yang baik antar sesama unsur dalam PT harus terjalin secara intensif, agar
pencapaian mutu dapat berhasil sesuai harapan. Dalam upaya menggiatkan
kerjasama antar unsur dalam PT tersebt perlu dibentuk “tim perbaikan
mutu” yang diberi kewenangan untuk mencari upaya agar mutu PT lebih
baik. Untuk ini pelatihan kepada tim terutama tentang cara-cara
bekerjasama yang efektif dan efisisen dalam tim sangat diperlukan;
5. Diperlukan pimpinan yang mampu
memotivasi, mengarahkan, dan mempermudah serta mempercepat proses
perbaikan mutu. Pimpinan lembaga (Pimpinan Fakultas, Pimpinan Jurusan,
Pimpinan Program Studi dan pimpinan lainnya) bertugas sebagai motivator dan fasilitator bagi orang-orang yang bekerja dibawah pengawasannya untuk mencapai mutu. Setiap atasan adalah pemimpin, sehingga ia haruslah memiliki kepemimpinan. Kepemimpinan haruslah yang
membuat orang kemudian merasa lebih berdaya, sehingga yang dipimpin
mampu melaksanakan tugas pekerjaannya lebih baik dan hasil yang lebih
baik pula;
6. Semua karya PT
( pengajaran, penelitian, pengabdian, administrasi dll.) selalu
diorientasikan pada mutu, karena setiap unsur yang ada didalamnya telah
berkomitmen kuat pada mutu. Akibat dari orientasi ini, maka semua karya yang tidak bermutu ditolak atau dihindari;
7. Ada upaya perbaikan mutu PT secara berkelanjutan. Untuk ini standar mutu yang ditetapkan sebelumnya selalu dievaluasi dan diperbaiki sedikit demi sedikit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki;
8. Segala
keputusan untuk perbaikan mutu pelayanan pendidikan/pengajaran selalau
didasarkan data dan fakta untuk menghindari adanya kelemahan dan
keraguan dalam pelaksananannya;
9. Penyajian data dan fakta dapat
ditunjang dengan berbagai alat dan teknik untuk perbaikan mutu yang
bisa dianalisis dan disimpulkan, sehingga tidak menyesatkan;
10. Hendaknya pekerjaan di PT jangan dilihat sebagai pekerjaan rutin yang sama saja dari waktu ke waktu, karena bisa membosankan. Setiap
kegiatan di PT harus direncanakan dan dilaksanakan dengan cermat, serta
hasilnya dievaluasi dan dibandingkan dengan standar yang ditetapkan.
Hendaknya tercipta kondisi pada setiap yang bekerja dilembaga tersebut untuk
bersedia belajar sambil bekerja, dan sedapat mungkin diprogramkan baik
belajar tentang materi, metode , prosedur dan lain-lain;
11. Dari waktu ke
waktu prosedur kerja yang digunakan di PT perlu ditinjau apakah
mendatangkan hasil yang diharapkan. Jika tidak maka prosedur tersebut
perlu diubah dengan yang lebih baik;
12. Perlunya pengakuan dan penghargaan bagi yang telah berusaha memperbaiki mutu kerja dan hasilnya. Dosen-dosen dan karyawan administrasi mencoba cara-cara kerja baru dan jika mereka berhasil diberikan pengakuan dan penghargaan;
13. Perbaikan
prosedur antar fungsi di PT sebagai bentuk kerjasama harus dijalin
hubungan saling membutuhkan satu sama lain. Tidak ada yang lebih penting satu
unsur dari unsur yang lain dalam mencapai mutu PT. Misalnya, tenaga
administrasi sama pentingnya dengan tenaga pengajar, dan sebaliknya;
14. Tradisikan pertemuan antar pengajar dan mahasiswa untuk mereview proses belajar-mengajar dalam rangka memperbaiki pendidikan/pengajaran yang bemutu. Pertemuan dengan orang tua mahasiswa,
pertemuan dengan tokoh masyarakat, dengan alumni, pemerintah daerah,
pengusaha dan donatur PT dapat dilakukan oleh penyelenggara PT. Pendek
kata, hendaknya semua unsur yang berkepentingan dengan PT dapat
berpartisipasi ikut mengembangkan PT mencapai mutu yang baik.
Mendasarkan
hal-hal diatas, tampak bahwa sebenarnya mutu pendidikan adalah
merupakan akumulasi dari semua mutu jasa pelayanan yang ada di lembaga
pendidikan yang diterima oleh para pelanggannya. Layanan pendidikan
adalah suatu proses yang panjang, dan kegiatannya yang
satu dipengaruhi oleh kegiatannya yang lain. Bila semua kegiatan
dilakukan dengan baik, maka hasil akhir layanan pendidikan tersebut akan
mencapai hasil yang baik, berupa “mutu terpadu.”
D. Sekolah efektif
1. Konsep Sekolah efektif
Sekolah merupakan suatu institusi yang didalamnya terdapat komponen guru, siswa, dan staf administrasi
yang masing-masing mempunyai tugas tertentu dalam melancarkan program
dan tujuan pendidikan. Sebagai institusi pendidikan formal, sekolah
dituntut menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan akademis
tertentu, keterampilan, sikap dan mental, serta kepribadian lainnya
sehingga mereka dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi atau bekerja pada lapangan pekerjaan yang membutuhkan keahlian
dan keterampilannya.
Keberhasilan
sekolah merupakan ukuran bersifat mikro yang didasarkan pada tujuan dan
sasaran pendidikan pada tingkat sekolah sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional serta sejauh mana tujuan itu dapat dicapai pada
periode tertentu sesuai dengan lamanya pendidikan yang berlangsung di
sekolah.
Berdasarkan
sudut pandang keberhasilan sekolah, kemudian dikenal sekolah efektif
dan efisien yang mengacu pada sejauh mana sekolah dapat mencapai tujuan
dan sasaran pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, sekolah
disebut efektif jika sekolah tersebut dapat mencapai apa yang telah
direncanakan . Pengertian umum sekolah efektif juga berkaitan dengan
perumusan apa yang harus dikerjakan dengan apa yang telah dicapai.
Sehingga suatu sekolah akan disebut efektif jika
terdapat hubungan yang kuat antara apa yang telah dirumuskan untuk
dikerjakan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh sekolah, sebaliknya
sekolah dikatakan tidak efektif bila hubungan tersebut rendah (ridwan202.wordpress.com.2008 ).
Sekolah
efektif yakni sekolah efektif menunjukkan pada kemampuan sekolah dalam
menjalankan fungsinya secara maksimal, baik fungsi ekonomis, fungsi
sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya maupun fungsi
pendidikan (asmoni-best.blogspot.com2009)
Menurut Danim (2008 : 61), sekolah efektif adalah sekolah yang memiliki
sebuah keseimbangan antara produk kerja inovasi manajemen pendidikan
dan aplikasinya di sekolah.
Dari
beberapa definisi tentang sekolah efektif diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa sekolah dikatakan efektif jika sebuah sekolah dapat
menjalankan fungsinya sebagai sekolah dalam mewujudkan tujuan dan
sasaran pendidikan yang telah direncanakan sehingga mendapatkan sebuah
hasil yang yang maksimal.
2. Sekolah Efektif Dalam Perspektif Mutu Pendidikan
Penyelenggaraan layanan
belajar bagi peserta didik biasanya dikaji dalam konteks mutu pendidikan
yang erat hubungannya dengan kajian kualitas manajemen dan sekolah
efektif. Di lingkungan sistem persekolahan, konsep mutu pendidikan
dipersepsi berbeda-beda oleh berbagai pihak. Menurut persepsi kebanyakan
orang (orang tua dan masyarakat pada umumnya), mutu pendidikan di
sekolah secara sederhana dilihat dan perolehan nilai atau angka yang
dicapai seperti ditunjukkan dalam hasil-hasil ulangan dan ujian.
Sekolah
dianggap bermutu apabila para siswanya, sebagian besar atau seluruhnya,
memperoleh nilai/angka yang tinggi, sehingga berpeluang melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Persepsi tersebut tidak keliru
apabila nilai atau angka tersebut diakui sebagai representasi dari
totalitas hasil belajar, yang dapat dipercaya menggambarkan derajat
perubahan tingkah laku atau penguasaan kemampuan yang menyangkut aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan
demikian, hasil pendidikan yang bermutu memiliki nuansa kuantitatif dan
kualitatif. Artinya, di samping ditunjukkan oleh indikator seberapa
banyak siswa yang berprestasi sebagaimana dilihat dalam perolehan
angka/nilai yang tinggi, juga ditunjukkan oleh seberapa baik kepemilikan
kualitas pribadi para siswanya, seperti tampak dalam kepercayaan diri,
kemandirian, disiplin, kerja keras dan ulet, terampil, berbudi-pekerti,
beriman dan bertaqwa, tanggung jawab sosial dan kebangsaan, apresiasi,
dan lain sebagainya. Analisis di atas memberikan pemahaman yang jelas
bahwa konsep sekolah efektif berkaitan langsung dengan mutu kinerja
sekolah.
Kemampuan
umum yang dimiliki seorang anak biasanya dipergunakan sebagai prediktor
untuk menjelaskan tingkat kemampuan menyelesaikan program belajar,
sehingga kemampuan ini sering disebut sebagai scholastic aptitude
atau potensi akademik. Seorang siswa yang memiliki potensi akademik
yang tinggi diduga memiliki kemampuan yang tinggi pula untuk
menyelesaikan program-program belajar atau tugas-tugas belajar pada
umumnya di sekolah, dan karenanya diperhitungkan akan memperoleh
prestasi yang diharapkan.
Sementara
itu, kemampuan khusus atau bakat dijadikan prediktor untuk berprestasi
dengan baik dalam bidang kajian khusus seperti dalam bidang karya seni,
musik, akting dan sejenisnya. Atas dasar pemahaman ini, maka untuk
memperoleh mutu pendidikan sekolah yang baik, para siswa yang
dilayaninya harus memiliki potensi yang memadai untuk menyelesaikan
program-program belajar yang dituntut oleh kurikulum sekolah.
Kemampuan
profesional guru direfleksikan pada mutu pengalaman pembelajaran siswa
yang berinteraksi dalam kondisi proses belajar mengajar. Kondisi ini
sangat dipengaruhi oleh:
a) Tingkat penguasaan guru terhadap bahan pelajaran dan penguasaan struktur konsep-konsep keilmuannya;
b) Metode, pendekatan, gaya/seni dan prosedur mengajar, pemanfaatan fasilitas belajar secara efektif dan efisien;
c) Pemahaman guru terhadap karateristik kelompok dan perorangan siswa;
d) Kemampuan guru menciptakan dialog kreatif dan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan;
e) Kepribadian guru.
Atas
dasar analisis tersebut, maka upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan
di sekolah harus disertai dengan upaya-upaya untuk meningkatkan
kemampuan profesional dan memperbaiki kualitas kepribadian gurunya. Pada
tingkat sekolah, upaya tersebut ditunjukkan dalam kegiatan-kegiatan
berikut, yaitu:
a) Interaksi kolegialitas di antara guru-guru;
b) Pemahaman proses-proses kognitif dalam penyelenggaraan pengajaran;
c) Penguasaan struktur pengetahuan mata pelajaran;
d) Pemilikan pemahaman dan penghayatan terhadap nilai, keyakinan, dan standar;
e) Keterampilan mengajar;
f) Pengetahuan bagaimana siswa belajar.
Fasilitas belajar menyangkut ketersediaan
hal-hal yang dapat memberikan kemudahan bagi perolehan pengalaman
belajar yang efektif dan efisien. Fasilitas belajar yang sangat penting
adalah perpustakaan, komputer, dan kondisi fisik lainnya yang secara
langsung mempengaruhi kenyamanan belajar.
3. Aspek Kajian Sekolah Efektif
Dari ciri-ciri yang terkandung pada sekolah efektif, maka terdapat beberapa aspek kajian sekolah efektif antara lain :
a. Input sekolah
Input sekolah adalah keseluruhan sumber daya sekolah yang mencakup tiga aspek yaitu :
a) karakteristik sekolah meliputi luas gedung, luas laboratorium, luas perpustakaan, banyaknya ruang kelas, banyaknya siswa, dan banyaknya dana yang dialokasikan di sekolah;
b) karakteristik guru meliputi umur, pendidikan, pengalaman mengajar, dan gaji guru;
c) karakteristik siswa meliputi jumlah jam belajar siswa di rumah, jumlah jam les mata pelajaran, pendidikan orangtua siswa, dan besarnya penghasilan orangtua siswa.
b. Kepuasan kerja guru
Kepuasan kerja guru adalah keseluruhan
perasaan guru berkenaan dengan berbagai aspek pekerjaannya yang meliputi
lima aspek meliputi sumber daya pendidikan, proses belajar mengajar, prestasi sekolah, penghasilan dan penghargaan, dan kebebasan melakukan aktifitas.
c. Iklim sekolah adalah keseluruhan harapan, pendapat, dan
pengalaman yang dirasakan oleh guru berkenaan dengan situasi kerjanya
yang meliputi lima aspek meliputi kondisi fisik dan fasilitas sekolah,
cara kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah, harapan pada prestasi
sekolah, hubungan kerja, ketertiban/ disiplin sekolah.
d. Partisipasi orang tua
Partisipasi orangtua siswa terdiri dari 9 indikator yaitu partisipasi dalam :
a) ikut menentukan kebijakan dan program sekolah;
b) ikut mengawasi pelaksanaan kebijakan dan program sekolah;
c) pertemuan rutin di sekolah;
d) kegiatan ekstrakurikuler;
e) mengawasi mutu sekolah;
f) pertemuan BP3;
g) membiayai pendidikan;
h) mengembangkan iklim sekolah;
i) partisipasi dalam pengembangan sarana dan prasarana sekolah.
e. Prestasi belajar dan konsep diri siswa
Hasil
belajar siswa merupakan pengetahuan yang dicapai siswa pada sejumlah
mata pelajaran di sekolah. Sedangkan konsep diri siswa adalah pandangan
dan penilaian siswa mengenai keseluruhan dirinya yang meliputi dua aspek
yaitu : aspek internal diri yang terdiri dari identitas diri, perilaku
diri, dan penilaian diri; dan aspek eksternal diri yang terdiri dari
fisik diri, etika moral diri, personal diri, famili diri, dan sosial
diri.
E.Konsep-Konsep MBS
1) Pengertian MBS
Istilah Manajemen berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari .School Based Management.. Istilah
ini pertama kali muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an sebagai
alternative untuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolah.
Reformasi ini diperlukan karena kinerja sekolah yang tidak dapat menunjukkan peningkatan yang berarti dalam memenuhi tuntutan perubahan lingkungan sekolah.(Nurkholis, 2006)
Di Indonesia,
Departemen Pendidikan Republik Indonesia menyebut MBS dengan Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah MPMBS), yang secara umum diartikan
sebagai model manajemen yang member otonomi lebih besar pada sekolah dan
mendorong pengambilan partisipatif yang melibatkan secara langsung
semua warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan masional. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah
melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada
sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata sekolah yang
baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan
kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas,
efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan
(Depdiknas, 2007 : 16).
Definisi yang berkembang di Indonesia
semacam ini tidak luput dari latar belakang sejarah Pendidikan di
Indonesia. Selama puluhan tahun pengelolaan system pendididkan di
Indonesia dijalankan secara sentralistik. Ketika terjadi system
pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik maka pengelolaan system pendidikan juga didesentralisasikan.
Menurut Kubick, (1988) dalam Nurkholis (2006), MBS adalah suatu strategi yang
meletakkan tanggunga jawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah
daerah kepada sekolah yang menyangkut bidang anggaran, personel, dan
kurikulum. Sedangkan menurut Howard
M. Carlisle menyatakan : Management is the process by which the element
of a group are integrated, coordinated, and efficiently achieve
objective (Manajemen adalah proses pengintegrasian, pengkordiasian dan
pemanfaatan elemen-elemen suatu kelompok untuk mencapai tujuan secara
efisien).
Menurut Nurkholis ( 2006:
11), MBS adalah model pengelolaan sekolah dengan memberikan kewenangan
yang lebih besar pada tingkat sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri
secara langsung.
Dari
definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya MBS
adalah suatu strategi yang bertujuan untuk memperbaiki pendidikan dengan
memindahkan kewenangan dari pemerintah pusat dan
daerah kepada pihak sekolah melalui proses pengintegrasian,
pengkoordinasian dan pemanfaatan dengan melibatkan secara menyeluruh
elemen-elemen yang ada pada sekolah untuk mencapai tujuan (mutu
pendidikan) yang diharapkan secara efisien.
2. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Secara
umum MBS, bertujuan memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui
pemberian otonomi kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan
pengambilan keputusan.secara partisipatif.
Sedangkan,Tujuan Khusus MBS adalah sebagai berikut;
a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang ada;
b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
c) Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada masyarakat;
d) Meningkatkan persaingan yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang ingin dicapai.
3. Konsep Penyelenggaraan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Dalam penyelenggaraan/pelaksanaannya, MBS setidaknya harus menganut dasar Manajemen yang bernuansa otonomi, kemandirian dan demokratis;.
a) Otonomi, mempunyai makna
bahwa kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga
sekolah dalam mencapai tujuan sekolah (mutu pendidikan) menurut prakarsa
berdasarkan aspirasi dan partisipasi warga sekolah dalam bingkai
peraturan perundangan-undangan yang berlaku;
b) Kemandirian, mempunyai
makna bahwa dalam pengambilan keputusan tidak tergantung pada birokrasi
yang sentralistik dalam mengelola sumber daya yang ada, mengambil
kebijakan, memilih strategi dan metoda dalam memecahkan persoalan yang
ada, mampu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan serta peka dan dapat
memanfaatkan peluang yang ada;
c) Demokratif, mempunyai
makna seluruh elemen-elemen sekolah dilibatkan dalam menetapkan,
menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan untuk mencapai
tujuan sekolah (mutu pendidikan) sehingga memungkinkan tercapainya
pengambilan kebijakan yang mendapat dukungan dari seluruh elemen-elemen
warga sekolah.
4. Karakteristik MBS
MBS
memiliki karakter yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan
menerapkannya, karakteristik tersebut merupakan ciri khas yang dimiliki
sehingga membedakan dari sesuatu yang lain. MBS memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a) Adanya otonomi yang luas kepada sekolah;
b) Adanya partisipasi masyarakat dan orang tua siswa yang tinggi;
c) Kepemimpinan sekolah yang demokratis dan professional;
d) Adanya team work yang tinggi, dinamis dan professional.
Karakteristik
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat dilihat pula
melalui pendidikan sistem. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa
sekolah merupakan . Sebuah sistem sehingga penguraian karakteristik
MPMBS berdasarkan pada input, proses dan output.
a) Input Pendidikan
Dalam input pendidikan ini meliputi;
a) memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas;
b) sumber daya yang tersedia dan siap;
c) staf yang kompeten dan berdedikasi tinggI;
d) memiliki harapan prestasi yang tinggi;
e) fokus pada pelanggan;
f) Proses.
Dalam proses terdapat sejumlah karakter yaitu;
a) PBM yang memiliki tingkat efektifitas yang tinggi ;
b) Kepemimpinan sekolah yang kuat;
c) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib;
d) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif;
e) Sekolah memiliki budaya mutu;
f) Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis.
b) Output yang diharapkan
Output
Sekolah adalah Prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses
pembelajarn dan manajemen di sekolah. Pada umumnya output dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu output berupa prestasi akademik yang
berupa NEM, lomba karya ilmiah remaja, cara-cara berfikir ( Kritis,
Kreatif, Nalar, Rasionalog, Induktif, Deduktif dan Ilmiah. Dan output
non akademik, berupa keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran,
kerjasama yang baik, toleransi, kedisiplinan, prestasi olahraga,
kesenian dari para peserta didik dan sebagainya.
Karakteristik
MBS bisa diketahui juga antara lain dari bagaimana sekolah dapat
mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar,
pengelolaan sumber daya manusia,dan pengelolaan sumber daya
administrasi. Sementara itu, menurut Depdiknas fungsi yang dapat
didesentralisasikan ke sekolah adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan dan evaluasi program sekolah
Sekolah di beri kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya, Sekolah juga diberi kewenangan untuk melakukan evaluasi khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri.
2. Pengelolaan Kurikulum
Sekolah dapat
mengembangkan, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku
secara nasional yang dikembangkan oleh pemerintah pusat. Sekolah juga di beri kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.
3. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
Sekolah di beri kebebasan
untuk memilih strategi, metode, dan teknik pembelajaran dan pengajaran
yang efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik
siswa, karakteristik guru dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di
sekolah.
4. Pengelolaan ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan
mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan,
penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga
kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri
yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.
5. Pengelolaan keuangan
Pengelolaan keuangan,
terutama pengalokasian atau penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan
oleh sekolah. Sekolah juga harus di beri kebebasan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber
keuangan tidak semata-mata bergantung pada pemerintah.
6. Pelayanan siswa
Pelayanan siswa mulai dari
penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, pembimbingan,
penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja
hingga pengurusan alumni dari dulu telah didesentralisasikan. Yang
diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
7. Hubungan sekolah dan masyarakat
Esensi hubungan sekolah
dan masyarakat adalah untuk meningkatkan, kepedulian, kepemilikan, dan
dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial yang
dari dulu telah didesentralisasikan. Yang diperlukan adalah peningkatan
intensitas dan ekstensitasnya.
5. Langkah-langkah Perumusan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Untuk merumuskan implementasi manajemen berbasis sekolah harus ada tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Perencanaan
Pada langkah awal perumusan MBS, hal-hal yang perlu dilaksanakan adalah :
a) Mengidentifikasi sistem,
budaya dan sumber daya, mana yang perlu dipertahankan dan mana yang
harus dirubah dengan memperkenalkan terlebih dahulu format yang baru dan
tentunya lebih baik;
b) Membuat komitmen secara
rinci yang diketahui oleh semua unsur yang bertanggung jawab, jika
terjadi perubahan sistem, budaya dan sumber daya yang cukup mendasar;
c) Hadapilah penolakan terhadap perubahan dengan memberi pengertian akan pentingnya perubahan demi mencapai tujuan bersama;
d) Berkerja dengan semua
unsur sekolah dalam menjelaskan atau memaparkan visi, misi, tujuan,
sasaran, rencana dan program-program penyelenggaraan MBS;
e) Menggaris bawahi prioritas sistem, budaya dan sumber daya yang belum ada dan sangat diperlukan.
2. Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Pada
umumnya tantangan sekolah bersumber pada output (lulusan) sekolah yang
meliputi kualitas, produktifitas, efektibilitas dan efisiensi.Maka
sangat diperlukan identifikasi
dari hasil analisis output untuk mengetahui tingkat kualitas,
produktifitas, efektibilitas dan efisiensi dari output yang dihasilkan
melalui penyelenggaraan pendidikan.
3. Merumuskan visi, misi, tujuan sasaran sekolah yang dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah.
a) Visi adalah gambaran masa
depan yang diinginkan oleh sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat
menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya;
b) Misi adalah tindakan untuk mewujudkan atau merealisasikan visi tersebut;
c) Tujuan adalah apa yang ingin dicapai atau dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan kapan tujuan itu mungkin dicapai;
d) Sasaran adalah penjabaran
tujuan yang akan dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih pendek
dibandingkan dengan tujuan sekolah.
Rumusannya harus berupa peningkatan yang spesifik, terukur, jelas kriterianya dan disertai indicator yang rinci.
4. Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
Fungsi-fungsi
yang dimaksud adalah unsur-unsur kegiatan beserta unsurunsur
pendukungnya yang saling berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri.
Sejauh mana kesiapan fungsi-fungsi tersebut terhadap kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam mencapai sasaran
5. Melakukan analisis potensi lingkungan (analisis SWOT)
Analisis
SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali kesiapan setiap fungsi
dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan utnuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan.
Prinsip analisis SWOT adalah :
a) Kekuatan-kekuatan apa yang kita miliki. Bagaimana memanfaatkannya ?
b) Kelemahan-kelemahan apa yang kita miliki. Bagaimana meminimalkannya ?
c) Peluang-peluang apa yang ada.Bagaimana memanfaatkannya ?
d) Ancaman apa yang mungkin menghambat keberhasilan . Bagaimana mengatasinya ?
6. Memilih langkah-langkah alternatif pemecahan persoalan.
Dalam setiap kegiatan dimungkinkan adanya permasalahan yang timbul. Hendaklah kita tidak
menghindari masalah akan tetapi harus kita hadapi dengan solusi
pemecahan yang sudah kita rencanakan sebelumnya.
7. Menyusun Rencana Program Peningkatan Mutu.
Penyusunan
program peningkatan mutu harus disertai langkah-langkah pemecahanan
persoalan yang mungkin terjadi. Fungsi yang terlibat beserta
unsur-unsurnya membuat rencana program untuk jangka pendek, menengah dan
jangka panjang serta bersama-sama merealisasikan rencana program
tersebut. (rencana program biasanya tertuang dalam renstra sekolah).
8. Melaksanakan Rencana Program Peningkatan Mutu
Dalam
melaksanakan rencana peningkatan mutu maka fungsi-dungsi terkait
hendaknya memanfaatkan sumber daya secara maksimal, efektif dan efisien.
9. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk
mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan
evaluasi pelaksanaan program, baik program jangka pendek maupun program
jangka panjang.
10. Merumuskan Sasaran Peningkatan Mutu Baru.
Dari
hasil evaluasi kita dapat memperoleh tingkat keberhasilan dan
kegagalannya sehingga dapat memperbaiki kinerja program yang akan
datang. Disamping itu evaluasi juga sangat berguna sebagai bahan masukan
bagi sekolah untuk merumuskan sasaran (tujuan) peningkatan mutu untuk
tahun yang akan datang.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;
1. Total Quality Manajemen atau Manajemen mutu Terpadu adalah Suatu metodologi untuk membantu mengelola perubahan, dan prosedur-prosedur untuk memperbaiki kinerja orang banyak sehingga orang-orang tersebut menghadapi tugasnya dengan penuh semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan.
2. Dalam MMT (Manajemen Mutu Terpadu)
keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik
internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu
memberikan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan.
3. Sebagai contoh dari penerapan 14 prinsip-prinsip pencapaian mutu Edward Deming, kita bisa mengaplikasikan pada perguruan tinggi.
4. Sekolah dikatakan efektif jika sebuah sekolah
dapat menjalankan fungsinya sebagai sekolah dalam mewujudkan tujuan dan
sasaran pendidikan yang telah direncanakan sehingga mendapatkan sebuah
hasil yang yang maksimal.
5. Konsep-konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), pada dasarnya terdiri dari pengertian MBS, tujuan MBS, dasar penyelenggaraan MBS, dan , karateristik MBS
6. Ada 10 langkah penting yang harus diikuti dalam mengimplementasikan MBS sebagai berikut :
1. Perencanaan
2. Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
3. Merumuskan visi, misi, tujuan sasaran sekolah yang dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah.
4. Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
5. Melakukan analisis potensi lingkungan (analisis SWOT)
6. Memilih langkah-langkah alternatif pemecahan persoalan.
7. Menyusun Rencana Program Peningkatan Mutu.
8. Melaksanakan Rencana Program Peningkatan Mutu
9. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan
10. Merumuskan Sasaran Peningkatan Mutu Baru.
B. Saran
Ada beberapa hal yang dapat disarankan disini, antara lain adalah;
1. Bagi para pengelola pendidikan
Otonomi pendidikan memberikan kewenangan pada para pengelola sekolah untuk mengelola sekolah sesuai kemampuan sumber daya yang ada secara lebih mandiri. Karena
itu Manajemen sekolah tidak boleh dilakukan asal jadi sehingga
pengelola sekolah harus benar-benar merenungkan kemana sekolah ini akan
dibawa.
2. Bagi para guru
Guru merupakan
salah satu komponen vital pembelajaran. Kesadaran dan kemauan guru untuk
selalu melakukan peningkatan kompetensi dan profesionalisme, jelas akan
member korelasi positif pada peningkatan proses dan hasil pendiddikan
DAFTAR PUSTAKA
Nurkholis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model, dan Aplikasi. Grasindo. Jakarta.
Sallis, Edward. 2011.Total Quality Management in Education. Yogyakarta : IRCiSoD
http://almasdi.unri.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=64:berita4&catid=25:the-project. di akses pada 1 maret 2012
(http://asmoni-best.blogspot.com/2009/04/mpmbs-dan-sekolah-efektif-dengan.html) di akses pada 1 maret 2012
(http://asmoni-best.blogspot.com/2009/04/mpmbs-dan-sekolah-efektif-dengan.html) di akses pada 1 maret 2012
http://www.padepokan-ilmu.co.cc/2010/01/manajemen-berbasis-sekolah.html. Diakses di akses pada 1 maret 2012
Label: Tugas Kuliah
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar