Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 15 Oktober 2013

PARADE BALIHO


Di hati dan lidahmu kami berharap    
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan    
Jangan ragu jangan takut karang menghadang    
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Di kantong safarimu kami titipkan    
Masa depan kami dan negeri ini    
Dari Sabang sampai Merauke

Pagi Ini saya menghabiskan waktu dengan rutinitas beres-beres rumah, sayup - sayup terdengar  ditelinga saya lagu iwan fals yang sudah sangat poluler, kalau gak salah judulnya “surat buat wakil rakyat ” jiwa saya terusik, memberi  inspirasi dan virus menulis mulai  menjangkitiku, bukan kapasitas saya untuk berbicara masalah politik, saya hanya masyarakat awan yang masih hijau untuk memahami semua tentang politik, tentang pesta demokrasi yang sesungguhnya, saya hanya ingin menulis tentang apa yang telah saya dengar, saya lihat dan saya rasakan, bukankah negara menjamin setiap rakyatnya untuk mengemukan pendapat, ide baik secara lisan maupun tulisan, kita ini hidup di zaman demokrasi.. kebebasan berekspresi disertai tanggungjawab ya..  Kembali lagi ke topic tulisan kali ini..


Beberapa jam yang lalu, dalam perjalanan mudik ke kota tercinta, terlihat baliho calon wakil rakyat yang katanya terhormat,  bertebaran di sepanjang jalan yang saya lewati.

Sebuah fakta sosial, orang Indonesia  ini rata-rata narsis, dari abg-abg labil hingga para politisi. Pemandangan yang sangat lumrah saat menjelang perhelatan pesta demokrasi digelar, saling himpit di lokasi yang sempit, dalam jarak beberapa meter saja, terdapat tiga sampai empat baliho kandidat,  Masyarakat tidak lagi  heran menjelang pilkada dan pemilu para kandidat melakukan manuver politik, mencuri start dengan memasang banyak sekali spanduk, baliho, poster di tempat yang menjadi konsentrasi massa,  dengan berbagai macam kata-kata, warna, dan ukuran menghiasi berbagai sudut jalan, sampai-sampai sulit rasanya menemukan ruang yang kosong dijalanan,  kami berharap atribut yang dipasang tidak mengotori ruang publik dan memberikan pendidikan politik yang lebih cerdas.

Seperti pemilu yang lalu, pemasangan baliho atau spanduk mencari dukungan untuk setiap kandidat tidak terkonsep, pokoknya terpasang dan tidak mengerti penataan yang sebenarnya. sejumlah baliho kampanye dipasang di berbagai ruas jalan utama, tak sedikit poster menempel di tiang listrik, tiang telepon, dipaku di pohon penghijauan yang ditanam dan dirawat pemerintah daerah, spanduk dipersimpangan lampu merah, menempel sticker di pintu rumah, atau memajang spanduk di dekat kampus dan depan sekolah yang semestinya steril, ruang publik terlihat semraut, merusak estetika dan keindahan kota. Dan pagi ini pun ketika berada di jalan raya, dari mobil pribadi sampai kendaraan umum pun dijadikan sarana untuk promosi diri,  Kalimat singkat yang ku baca “ Mohon Doa, Restu dan Dukungannya”  ..... Caleg DPR/DPRD/Kab/ kota..... Dapil ..... hingga menuju RI-1, mereka sedang mengincar posisi-posisi strategis, berlomba-lomba unjuk diri lewat baliho berpampangkan foto mereka, disertai kalimat-kalimat jargonisasi yang tidak jelas seperti harmonisasi dan  konspirasi kemakmuran (... efek vickynisasi...)

Para kandidat seakan-akan bersaing meraih simpati masyarakat dengan berlomba ukuran Baliho. Bahkan kadang ada yang memasang fotonya berdampingan dengan politisi berpengaruh dari pusat atau mendompleng foto pendiri partai. Untuk menggalang massa, yang jadi juara bertahan menuliskan sederet prestasi yang telah dilakukannya saat terpilih dengan tujuan untuk menggenjot popularitas, yang baru pertama kali mencoba peruntungan di dunia politik, mulai tebar pesona dengan foto terbaik yang mereka punya dalam rangka menyosialisasikan diri dan untuk memperluas pengaruhnya.

Hal yang saya tangkap adalah begitu banyaknya baliho dan spanduk ini sebagai imbas pesta demokrasi, tercium aroma kepentingan yang begitu menyengat,,  (entah itu milik siapa) bisa juga untuk melanggengkan kekuasaan, menghindari post power syndrom dan mempertahankan dinasti. Baliho yang dipasang itu juga  memuat informasi nomor dan tanda gambar parpol pengusung, setidaknya mengetahui sedang berada di daerah mana, karna spanduk pemilu pasti mencantumkan wilayah pemilihan sang kandidat, sekilas kita dapat mempelajari latar belakang kandidat, minimal latar belakang pendidikan (terlihat dari deratan gelar yang terpajang ), visi dan misi yang ditawarkan pada konstituen.  Ambil positifnya saja.. pada saatnya nanti, pilihlah yang benar-benar punya komitmen, karna satu suara menyangkut hajat hidup orang banyak.

Pada kalian yang akan duduk di kursi-kursi kekuasaan setelah resmi di lantik, jangan biarkan senyum kami dirampas oleh kenaikan harga, membuat pil tuntas untuk mengobati kemiskinan yang sudah berkarat, mempertajam pengetahuan untuk memotong rantai pembodohan, saat menjabat jangan jadi kapal keruk,  kami menolak penindasan dan  jangan sampai sumpah kalian itu jadi sampah.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates