Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 18 Desember 2012

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM



A.      Pendahuluan
Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal ini disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan manusia, perkembangan seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan menentukan model manusia yang akan dihasilkannya. Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Mungkin anda dapat membayangkan andaikata sebuah bangunan rumah yang dibangun tidak menggunakan landasan (fondasi) yang kokoh, maka ketika terjadi goncangan atai diterpa angin sedikit saja rumah tersebut akan mudah rubuh. Demikian halnya dengan kurikulum, jika dikembangkan tidak didasarkan pada landasan yang tepat dan kuat, maka kurikulum tersebut tidak bisa bertahan lama, dan bahkan dengan mudah dapat ditinggalkan oleh para pemakainya.

Dengan demikian dalam mengembangkan kurikulum, terlebih dahulu harus diidentifikasi dan dikaji secara selektif, akurat, mendalam dan menyeluruh landasan apa saja yang harus dijadikan pijakan dalam merancang, mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum. Dengan landasan yang kokoh kurikulum yang dihasilkan akan kuat, yaitu program pendidikan yang dihasilkan akan dapat menghasilkan manusia terdidik sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, baik untuk kehidupan masa kini maupun menyongsong kehidupan jauh kemasa yang akan datang. Penyusunan landasan yang tepat dan kuat dalam pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan oleh penyusun kurikulum ditingkat pusat (makro), akan tetapi terutama perlu dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pengembang kurikulum ditingkat operasional (satuan pendidikan), yaitu para guru, kepala sekolah, pengawas pendidikan, dewan pendidikan atau komite pendidikan.
Dengan diterapkannya kebijakan pemerintah (Depdiknas) pengembangan kurikulum operasional dilakukan oleh setiap satuan pendidikan dengan program Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka seluruh jajaran di tingkat satuan pendidikan harus memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang landasan pengembangan kurikulum, dan secara operasional harus dijadikan rujukan dalam mengimplementasikan kurikulum di setiap satuan pendidikan yang dikelolahnya. Landasan yang dipilih untuk dijadikan dasar pijakan dalam pengembangan kurikulum sangan tergantung atau dipengaruhi oleh pandangan hidup, kultur, kebijakan politik yang dianut oleh negara dimana kurikulum itu dikembangkan. Akan tetapi secara umum ada empat landasan dalam pengembangan kurikulum.
Dalam hal ini, Sukmadinata (2008) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) Sosiologis; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas keempat jenis landasan tersebut.Berdasarkan pemikiran di atas, rumusan masalah dalam makalah ini meliputi:
1.      Bagaimanakah landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum?
2.      Bagaimanakah landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum?
3.      Bagaimana landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum?
4.      Bagaimana landasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan kurikulum?
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Mengetahui landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum?
2.      Mengetahui landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum?
3.      Mengetahui landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum?
4.      Mengetahui landasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan kurikulum?
Selanjutnya, diharapkan penulisan makalah ini memiliki manfaat ilmiah dalam memahami landasan pengembangan kurikulu baik secara teori maupun praktek di lapangan.

B.     Pembahasan
a.      Landasan Filosofis
Pendidikan senantiasa berhubungan dengan manusia apakah sebagai subjek, objek maupun sebagai pegelolah. Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antar pendidik dan terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis.
Jika dianalisis secara lebih detil, ada enam unsur yang terlibat dalam proses pendidikan yaitu: 1.  Tujuan pendidikan 2. Pendidik 3. Anak didik 4. Isi pendidikan 5. Alat pendidikan 6. Lingkungan pendidikan. Keenam unsur tersebut masing-masing memiliki peran yang amat menentukan, dan oleh karnanya dalam merumuskan, mengembangkan dan menentukan setiap unsur yang terlibat dalam proses pendidikan harus dilakukan melalui hasil berpikir yang mendalam, logis, sistematis dan menyeluruh (filosofis).
Kurikulum sebagai program pendidikan, menurut Robert S. Zais (1976) menetapkan empat unsur kurikulum yaitu: 1. Aims, Goal, Objektifs, 2. Content, 3. Learning activities, 4. Evaluation. Untuk merumuskan dan mengembangkan setiap aspek dari keempat unsur kurikulum tersebut harus dilakukan dengan mengembangkan jawaban-jawaban dan pemikiran yang mendalam,logis, sistematis dan komprehensif atau dengan kata lain alasan yang dirumuskan  dengan menggunakan hasil pemikiran filosofis.
Misalnya ketika merumuskan tujuan pendidikan dasar, maka sebelum tujuan dirumuskan paling tidak terlebih dahulu mengidentifikasi usia siswa pendidikan dasar, kebutuhan dan kemampuan rata-rata siswa pada usia pendidikan dasar, harapan orang tua dan masyarakat seputar pendidikan anak pada usia pendidikan dasar, harapan pemerintah dan pihak-pihak lain yang terkait. Dengan demikian tujuan dirumuskan tidak berdasarkan pemikiran subjektif pada satu pihak saja, melainkan melalui proses berpikir secara filosofis.
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti cinta akan kebijakan (love of wisdom), untuk mengerti dan berbuat secara bijak, dia harus memiliki pengetahuan, dan pengetahuan yang diperoleh melalui proses berpikir, yaitu berpikir secara mendalam, logis dan sistematis. Dalam pengertian umum filsafat adalah cara berpikir secara radikal, menyeluruh dan mendalam (Sacrotes) atau cara berpikir yang mengupas sesuatu yang sedalam-dalamnya. Plato menyebutkan filsafat ilmu pengetahuan tentang kebenaran.
Adapun yang dimaksud landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah asumsi-asumsi atau rumusan yang didapat dari hasil berpikir secara mendalam, analitis, logis dan sistematis dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum.
Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang, diantaranya ilmu filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah pendidikan. Menurut Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan Indonesia pada khususnya, yaitu: filsafat Idealisme, Realisme dan Fragmatisme.

1.      Landasan filosofis pendidikan idealisme
Menurut filsafat idealisme bahwa kenyataan atau realitasnya pada hakikatnya adalah bersifat spiritual dari pada bersifat fisik, bersifat mental dari pada material. Dengan demikian menurut filsafat idealisme bahwa manusia adalah mahluk spiritual, mahluk yang cerdas dan bertujuan. Pikiran manusia diberikan kemampuan rasional sehingga dapat menentukan pilihan mana yang haris diikutinya.
Berdasarkan pemikiran filsafat idealisme bahwa tujuan pendidikan harus dikembangkan pada upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat insani dan kebajikan sosial sesuai dengan hakikat kemanusiaannya. Dengan demikian tujuan pendidikan dari mulai tingkat pusat samapai pada rumusan tujuan yang lebih operasional (pembelajaran) harus merefleksikan pembentukan karakter, pengembangan bakat dan kebajikan sosial sesuai fitra kemanusiaannya.
Isi kurikulum atau sumber pengetahuan dirancang untuk mengembangkan kemampuan berfikir manusia, menyiapkan keterampilan bekerja yang dilakukan melalui program dan proses pendidikan secara praktis. Implikasi bagi para pendidik, yaitu bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terselenggaranya pendidikan. Pendidikan harus memiliki keunggulan kompetitif baik dalam segi intelektual maupun moral, sehingga dapat dijadikan fanutan bagi peserta didik.
2.      Landasan filosofis pendidikan realisme.
Filsafat realisme boleh dikatakan kebalikan dari filsafat idealisme, dimana menurut filsafat realisme memandang bahwa dunia atau realitas bersifat materi. Dunia terbentuk dari kesatuan yang nyata, substansial dan material, sementara menurut filsafat idealisme memandang bahwa realitas atau dunia bersifat mental dan spiritual. Menurut realisme bahwa manusia pada hakikatnya terletak pada apa yang dikerjakannya.
Mengingat segala sesuatu bersifat materi maka tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan terutama diarahkan untuk melakukan penyesuaian diri dalam hidup dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu kurikulum kalau didasarkan pada filsafat realisme harus dikembangkan secara komprehensif meliputi pengetahuan yang bersifat sains, sosial, maupun muatan nilai-nilai. Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran karena memiliki kecenderungan berorientasi pada mata pelajaran (subject centered).
Implikasi bagi para pendidik terutama bahwa peran pendidik diposisikan sebagai pengelolah pendidikan atau pembelajaran. Untuk itu pendidik harus menguasai tugas-tugas yang terkait dengan pendidikan khususnya dengan pembelajaran, seperti penguasaan terhadap metode, media, dan strategi serta tehnik pembelajaran.



3.      Landasan filosofis pendidikan fragmatisme.
Filsafat fragmatisme memandang bahwa kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, plural dan berubah (becoming). Manusia menurut fragmatisme adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan sosial. Manusia lahir tanpa dibekali oleh kemampuan bahasa, keyakinan, gagasan atau norma-norma.
Nilai baik dan buruk ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman hidup, jika hasilnya berguna maka tingkahlaku tersebut dipandang baik. Oleh karena itu tujuan pendidikan tidak ada batas akhirnya, sebab pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekonstriksi yang berlangsung secara terus menerus. Tujuan pendidikan lebih diarahkan pada upaya untuk memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah  baru dalam kehidupan individu maupun sosial.
Implikasi terhadap pengembangan isi atau bahan dalam kurikulum ialah harus memuat pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Warisan sosial dan masah lalu tidak menjadi masalah, karena fokus pendidikan menurut faham fragmatisme adalah menyongsong kehidupan yang lebih baik pada saat ini maupun pada kehidupan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu proses pendidikan dan pembelajaran secara metodologis harus diarahkan pada upaya pemecahan masalah. Peran pendidik adalah memimpin dan membimbing peserta didik untuk belajar tanpa harus terlampau jauh mendikte para siswa.

b.      Landasan Psikologis
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Implikasi Teori Perkembangan dan Teori Belajar terhadap Kurikulum               Seperti yang telah diuraikan di atas, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan baik fisik, intelektual, social emosional, moral, dan lainnya. Tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas–tugas perkembangannya. Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab  itu, dalam pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.

a)   Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;
1)        Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya;
2)        Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak;
3)        Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik;
4)        Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.

Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut;
1)        Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku anak didik,
2)        Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,
3)        Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak,
4)        Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan
5)        Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus – menerus.

Psikologi perkembangan memandang aspek kesiapan peserta didik dalam proses pelaksanaan kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum perlu memandang dan memperhatikan faktor psikologi perkembangan dari tiap-tiap peserta didik.

b)   Psikologi Belajar dan Kurikulum
Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Setidaknya ada 4 ciri belajar menurut Olson dan Hergenhahn (2008) yaitu adanya perubahan dalam perilaku, perubahan tersebut relative permanent, perubahan itu tidak selalu terjadi secara langsung setelah proses belajar selesai, dan perubahan perilaku tersebut berasal dari pengalaman.

c. Landasan Sosiologis
Dilihat dari substansinya faktor sosiologis sebagai landasan dalam pengembangan kurikulum dapat dikaji dari dua sisi yaitu dari sisi kebudayaan dan kurikulum serta dari unsur masyarakat dan kurikulum.
a.      Kebudayaan dan kurikulum
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan:
1.      Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan tentu saja sekolah/ lembaga pendidikan. Oleh karena itu sekolah atau lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum;
2.      Kurikulum dalam setiap masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berpikir dan bercita-cita. Karena itu dalam pengembangan suatu kurikulum perlu memahami kebudayaan. Kebudayaan adalah pola kelakuan yang secara umum terdapat dalam satu masyarakat yang meliputi keseluruhan ide, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian dan lain sebagainya.
3.      Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Oleh karena itu kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
a.       Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak dan adanya dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat ditempat kebudayaan itu berada;
b.      Kegiatan yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan ini disebut sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas manusia sifatnya konkrit, bisa dilihat dan diobservasi. Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama. Artinya sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai dan norma yang telah dimilikinya;
c.       Benda hasil karya manusia, wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik perubahan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan yang ketiga ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua.
Secara umum pendidikan dan khususnya persekolahan pada dasarnya bermaksud mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi dengan anggota masyarakat yang lain. Hal ini membawah implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat mencapai tujuan pendidikan bermuatan kebudayaan yang bersifat umum pula, seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, kecakapan, dan kegiatan yang bersifat umum yang sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat. Selain pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum diatas, terdapat pula pendidikan yang bermuatan kebudayaan khusus, yaitu aspek-aspek kehidupan tertentu dan berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vocasional. Keadaan seperti ini menuntut kurikulum yang bersifat khusus pula. Misalnya untuk pendidikan vocasional.

b.      Masyarakat dan kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasi mereka sendiri
kedalam kelompok-kelompok yang berbeda. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan  sendiri-sendiri, dengan demikian yang membedakan masyarakat yang satu dengan yang lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, reaksi terhadap perangsang sangat tergantung kepada kebudayaan dimana dia dibesarkan. Menurut Yusuf (1982) sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu: logika, estetika dan etika. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika (pikiran).
Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakekatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidupun semakin tinggi. Pendidikan harus mengantisifasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
Dalam konteks inilah kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Untuk bisa menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru, para pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat.

d.   Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang. Dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian karena berbagai penemuan teknologi baru terus berkembang.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya arahnya bersifat tidak hanya untuk sekarang tetapi untuk masa depan dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan bersama, kepentingan sendiri dan kelangsungan hidup manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia iptek.

C.  Penutup
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dan pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah pendidikan. Menurut Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan Indonesia pada khususnya, yaitu: filsafat Idealisme, Realisme dan Fragmatisme.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Dilihat dari substansinya faktor sosiologis sebagai landasan dalam pengembangan kurikulum dapat dikaji dari dua sisi yaitu dari sisi kebudayaan dan kurikulum serta dari unsur masyarakat dan kurikulum.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia iptek.
  
C.    Daftar Pustaka
Nasution, S. (2008). Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata,  Nana S. (2002). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Zais, Robert S. (1976). Curriculum Principles and Foundation. London: Harper & row Publishers.




0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates