Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 29 September 2011

Kaitkan Emosi Guru dan Murid


Bagaimana mengkaitkan emosi siswa dengan guru? Setelah sapaan "Selamat pagi anak-anak?" pada pembelajaran hari pertama tahun pelajaran, masuki dunia siswa dengan perkenalan yang bergairah dan penuh rasa empati. Selain nama siswa dan guru, hobi, lagu favorit, grup band favorit sampai buku-buku favorit pun dapat diapresiasikan.
Pada kesempatan ini segenap jiwa dan raga guru sedapat mungkin posisikanlah sebagai seorang teman bagi siswa. Pada proses pembelajaran sehari-hari, masuki dunia siswa dengan mencoba membuka kegiatan pembelajaran dengan mengaitkan materi pembelajaran, yang sudah ataupun yang akan dikaji, dengan pengalaman dan kehidupannya (contextual learning). Hal demikian perlu dilakukan agar antara guru dan siswa pada setiap tatap muka senantiasa terbentuk ikatan emosi.
Perlu kita sadari bahwa ketika proses pembelajaran berlangsung seluruh aspek kejiwaan siswa dan guru terlibat. Bukan hanya fisik pikiran, perasaan, pengalaman, bahasa tubuh, dan emosipun terlibat. Ini menunjukkan bahwa pada setiap pembelajaran, prosesnya tidak sesederhana yang kita bayangkan selama ini. Wajar saja bila pada awal pembelajaran seorang guru memasuki ruang belajar dengan wajah yang merengut atau suram, proses pembelajaran dapat diperkirakan berlangsung dalam suasana yang menegangkan dan melelahkan.
Siswa tidak akan berani bertanya apalagi mengemukakan suatu pendapat yang berbeda dengan sang guru. Suasana demokrasi akan lenyap. Selama pembelajaran berlangsung jiwa siswa berada dalam ketidaknyamanan. Pembelajaran tidak menghasilkan apa-apa bagi siswa. Sebaliknya, ketika seorang guru memasuki ruang belajar dengan wajah ceria dan menampilkan seuntai senyuman, suasana pembelajaran akan berbeda seratus delapan puluh derajat dibanding dengan suasana pertama. Oleh guru yang kedua, rasa senang belajar akan tumbuh dalam diri siswa. Kedekatan guru dengan siswa mulai terbangun dan kaitan emosi terjalin.
Setelah kaitan emosi terjalin, saatnya seorang guru mulai membawa siswa ke dunia guru. Apapun materi yang disajikan (konsep, teori, topik, rumus, kosakata, dan lainnya) dan dieksplorasi lebih mudah dipahami siswa. Otomatis pembelajaran melibatkan seluruh aspek kejiwaan siswa dan guru. Bila ini terjadi semua materi yang dipelajari akan dirasakan kebermaknaannya oleh siswa. Guru akan semakin berkembang wawasan dan pengalamannya melalui proses tersebut.
Suasana
Jumlah siswa per kelas idealnya sebanyak 30 siswa untuk ukuran Indonesia yang jumlah penduduknya lebih melimpah dibanding dengan jumlah sekolah yang ada. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah diperlukan suasana kelas yang menyenangkan dan santai. Menyenangkan berarti suasana kelas penuh diliputi dengan nuansa demokrasi. Siswa bebas menyampaikan gagasan-gagasan dalam berpendapat. Siswa tidak diliputi rasa takut dalam menyampaikan pertanyaan. Demikian juga guru dalam merespons pendapat siswa senantiasa menanggapi dengan gaya dan bahasa penuh motivasi dan empati. Pun dalam menjawab pertanyaan dari siswa tidak langsung men-judge salah atau benar. Libatkanlah siswa lainnya untuk berusaha menjawab pertanyaan dari kawannya.
Suasana pembelajaran yang santai dapat diciptakan bila guru menyadari bahwa materi-materi pelajaran yang dipelajari akan melekat lebih lama dalam otak siswa bila suasana tidak kaku dan tidak serba prosedural. Lagi pula agar materi yang dikaji lebih bermakna bagi anak, rasanya dalam suasana santai akan lebih terasa. Dalam suasana santai proses pengendapan berlangsung lebih lama karena materi yang diterima akan bersentuhan dengan pengetahuan sehimpun yang berseliweran dalam otak siswa. Juga proses mengeksplorasi materi pembelajaran menjadi lebih mendalam. Dalam suasana demikian refleksi akan menjadi bagian terdalam pembelajaran. Sampai siswa menjadi terbiasa berujar dalam benaknya, "aku ngerti lho" atau "aku tahu maknanya" atau "wow aku bisa." 

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates